Thursday, September 26, 2013

TULISANKU PART #12

HANYA CAKAR DAN SABAR

Bangkit Wismo, Umy Amanah, Jurnalistik SMAN 2 PurbalinggaPagi ini bukan karena lapar diriku membahas soal makanan atau Cakar Ayam dan sebagainya. Hanya sontak teringat kata-kata orang yang sangat menginspirasi. Bangkit Wismo, nama yang sederhana menurutku, namun siapa sangka memiliki makna luar biasa bagi dirinya dan orang-orang terkasihnya. Dua tahun lebih ini memang tidak memungkiri bahwa jutaan inspirasi aku dapatkan dari dalam dirinya. Pria yang tinggalnya berpindah-pindah sesuai profesinya ini memang terkesan pelit. So, bukan soal materil, tapi soal pujian yang memang jadi musuh terbesar sebuah kemajuan.

Kuberanikan menulis tentang dirinya pagi ini memang mungkin karena nyawa dan mental sudah cukup untuk mendapat ejekan tanpa sedikitpun pujian darinya. Namun karena itulah, entah kenapa menjadi sumber motivasi terbesar dalam hidupku. Bertanya, apa sebenarnya yang bisa membuat sosok Bangkit Wismo sedikit saja memuji atau mengapresiasi lebih dari biasanya? Sampai sekarangpun hanya entah jawabannya.

Namun sedikit aku akan bercerita tentang hasil dari sifatnya itu. Dua tahun kisarannya dia menjadi Pembina di Ekstrakurikuler Jurnalistik SMAN 2 Purbalingga selama periodeku. Seiring bergantinya periode sampai sekarangpun orang yang biasanya dipanggil Bangkit Wismo ini belum pernah memuji kinerja aku dan teman-teman. 

Sampai sekitar setengah tahun lalu karena sikon pula trobosan yang aku  dan teman-teman lakukan sedikit membuat orang yang dikaosnya selalu ada tulisan BW ini mengapresiasi. Kembali ke topik utama, kata-kata yang entah keberapa ini menjadi motivasi terbesar adalah ketika dia mengatakan "Tak perlu terlalu jauh, sabar dan berfikir, karena kamu hanya perlu menguatkan CAKAR" diakhir masa jabatanku sebagai Ketua Dewan Redaksi memang kata-kata itu seolah menjadi oleh-oleh dua tahun lebih aku di Jurnalis. 

Entah, mungkin karena kebiasaannya merangkai kata dengan diksi bahasa, akupun sontak semangat dan berfikir, sabar dan cukup menguatkan cakarnya. Sampai kini aku ingin ada inovasi-inovasi yang nantinya terjadi. Meski cengkraman cakar tak sekuat makna dari diksi bahasa yang terangkai darinya (Bangit Wismo). 

Terimakasih telah memberiku sebuah bekal tuk aku bawa, berharap suatu saat aku kembali menanamkan cakar dan berusaha sabar untuk menguatkan cakar itu tidak mesti harus berfikir terlalu jauh, tapi bagaimana kita membuat fondasi kokoh sebelum ketinggiannya nanti tertiup angin kencang. 

Hanya ucapan terimakasih pada Bangkit Wismo, karena dengan ketidakpernahan dia memuji sesuatu itulah, jutaan ide tercipta. Karena sekarang aku baru sadar, bahwa pujian adalah musuh terbesar kepuasan akan sebuah pencapaian. 

Umy Amanah

POETRY PART #14

TAKUT

Entah apa ini
Ketika hati dirundung sepi
Berharap ini hening sanubari
Ketika hening bukan bagian dari sepi

Sayang aku tak dapat memungkiri
Ketika hati tak berhenti berintonasi
Berharap kegalauan hati kian terobati
Meski bingung entah siapa yang ada disisi

Ketakutanku semakin berarti
Ketika ketidakpedulian telah menjadi bukti
Akan janji-janji suci yang terus teringkari
Karenamu aku seperti ini

Tangan ini tak lelah menanti
Tuk kembali menggenggam erat kembali
Satuan tangan penyemangat hati
Kian terus ku tunggu hingga nanti


SMA NEGERI 2 PURBALINGGA QUOTES

Umy Amanah

TULISANKU PART #11

SAHABAT

Umy Amanah Cerita Sahabat
Malam ini tepat pukul 23:09 WIB kutulis kegundahan hatiku tentang kita. Ketika inisiatifku mengarahkanku tuk membuka profile facebookmu, berharap aku mendapatkan satu informasi tentang dirimu, namun sayang tak ada satupun yang aku dapatkan, entah apa kabarmu, sedang apa kamu, lelahkah kamu dan yang paling membuat aku ingin tahu adalah rindukah kamu padaku dan masih ingatkah kamu tentang diriku? Seperti halnya aku yang selalu merindukanmu dan memikirkanmu.

Sekejap rasa ini mati. Perih ketika kematian rasa ini tak sepenuhnya, karena hanya keegoisan belaka tuk tak mengakui ini dihadapanmu. Namun aku masih bisa tersenyum, mengapa? Entah, mungkin karena melihat fotomu tersenyum, meski bukan aku, bukan aku yang membuatmu tersenyum. Tak berada disampingmu saat kamu tersenyum sebenarnya bukan kekhawatiran bagiku. Hanya saja terlalu pobi, ketika aku harus tak ada ketika kamu menangis. Entah apa yang bisa membuatmu menangis ketika semua yang kau miliki sudah cukup membuat simetris bibirmu hingga membentuk senyuman indah. 

Namun sontak aku khawatir, apakah senyummu yang tercapture di foto adalah kemunafikan belaka, dimana hati sebenarnya bergejolak tak terima dengan realita yang ada? Takutnya, engkau sepertiku, sepertiku sekarang ini. Masih tersenyum di social media, meski dalam hati aku tak menyukainya, menahan sakitnya luka akan perbuatan realita. 

Aku takut, aku takut kau sepertiku. Takut, dan hanya memilih diam dengan ketidak adilan realita. Sayangnya aku takut, aku salah menafsirkan realita. Takut ketika semua rasa yang aku samakan denganmu sebenarnya semua tak sama, berbeda dan tak sependapat. Waktu memang kejam, ketika kita harus menunggu kebenaran dengan realita yang kejam. 

Coretan Hati Umy Amanah
Powered by Blogger.