Sunday, March 22, 2015

Lagu, Seperti Itulah Aku

Lagu, Seperti Itulah Aku
Sekarang-sekarang ini aku sedang aneh, lebih suka mengamati sesuatu yang tiada pernah aku lihat sebelumnya. Hal kecil yang sering aku lewati ternyata menarik juga. Salah satunya yang tiba-tiba saja menghentakan pikiranku di pagi-pagi buta seperti sekarang. Tepat sekali, lagu, itulah sesuatu yang barusan sungguh menggelitik jariku untuk menulis sesuatu. 

Sudah sekitar empat tahun aku suka mendengarkan lagu. Awalnya aku dengar biasa lewat speaker laptop pribadiku, namun lama kelamaan aku lebih suka mendengarkannya lewat hedset yang acap kali nyangkut di kedua telingaku. Alasannya simpel saja, menurutku agar lebih terhanyut dalam lantunan syair kehidupan yang dinyanyikan beriringan orkestra dunia. 

Waktu yang paling sering aku habiskan untuk mendengarkan lagu biasanya dimulai saat malam kian memekat hingga fajar pagi mulai mengabani. Sebenarnya karena menurutku, waktu-waktu seperti itu waktuku saat sendiri dan tiada yang mampu mengusik selain sepi, hening, dan segala yang tiada pernah orang lain punyai. Seperti pagi ini, aku telah mulai mendengarkan lagu sejak pukul 20:00 WIB kemarin, dan kini sudah menunjukan pukul 01:00 WIB. Berarti jika dihitung sudah lima jam aku mendengarkan banyak lagu. 

Ada sekitar 800 lagu tersimpan dan terdaftar di aplikasi pemutar lagu. Beberapa lagu aku ulang-ulang hingga tak pernah bosan. Anehnya, setelah sekian lama mendengarkan lagu dari malam hingga pagi buta, barusan aku baru tersadar akan satu hal. Iya,... Itulah lagu, seperti itulah diriku. Ternyata meski aku mengatur volume yang sama dari awal aku memutar lagu hingga sekarang yang sedang aku dengarkan, suaranya berubah. Menurutku, ini seperti diriku bahwa semakin kita larut dalam lantunan lagu dan semesta yang mengijinkan malam menjadi saksi bisu. 

Aku seperti lagu, dimana kala pagi datang diriku semakin tak terhindarkan untuk berteriak. Kesannya memang berteriak, tapi bagaimana bisa jika volumenya saja sama dengan pertama kali aku memutarnya. Berbeda dengan malam ataupun siang, yang suaraku bahkan sama sekali tak terdengar oleh kebisingan manusia yang berdalih menjalani kewajiban dunia. Setelah semuanya yang aku lewati, ternyata aku baru sadar bahwa lagu adalah cerminan diriku. Dimana semakin malam hingga pagi, lagu yang aku dengarkan semakin keras meski dalam volume yang sama. Seperti itulah diriku, semakin malam hingga menjelang pagi ternyata aku semakin berteriak meski tetap pada volume yang sama.

Kemudian aku tersadar, inilah kebesaran malam hingga pagi yang begitu luar biasa. Mampu mendengarkan sesuatu yang siang tak bisa memberikannya. Hingga malam dan sunyi lebih menghargai kita-kita, diantaranya aku dan lagu yang berdawai dan besuara merdu lewat sanubari tanpa banyak yang tau. 

Umy Amanah

Benarkah Aku Jatuh Cinta?

Benarkah Aku Jatuh Cinta?
Pertanyaan itu jujur saja beberapa minggu terakhir ini menghantui diriku secara rutin. Lebih menakutkan dari cerita mistik atau horor lainnya. Bagaimana tidak, pertanyaan itu muncul kala aku merasa aku sudah kehilangannya. Iyalah pria yang membuatku kembali merasakan rasa yang berbeda setelah sekian lama. Awalnya aku hanya bertaruh dengan diriku bahwa aku hanya terbawa perasaan saja, namun waktu kembali memukau dengan realita yang berbeda. 

Pendekatan semenjak dua tahun lalu sepertinya bukan waktu yang singkat. Bedanya, dua tahun lalu aku menganggap itu hanya sebatas silaturahmi antara teman yang dulu berada di sekolah yang sama. Sekarang, mau bagaimana jika perasaan telah berkecimuk dan muncul sesuatu yang berbeda. Apa aku hanya kepedean semata? Tapi kenapa engkau membuatku terlalu pd dibanding yang lainnya? Entahlah, apa ini salah satu program kerjamu menyakiti wanita, atau aku yang salah mengartikan semua yang engkau lakukan? Ah pusing sekali jika dipikirkan. 

Jujur saja akhir-akhir ini aku merasa kecewa. Tapi kecewa karena siapa? Kecewa karena apa? Kecewa bagaimana? Hak apa untuk kecewa? Apa aku harus menjawab kecewa karenamu, lantas apa peduli kamu yang bukan siapa-siapanya diriku. Kemudian aku harus menjawab, kecewa karena kau tak pernah mengungkapkan pertanyaan yang jawabannya telah aku siapkan, lantas apa yang harus kamu pertanyakan jika jawaban yang aku persiapkan hanya kesalah pahaman. Lalu aku kecewa bagaimana, kecewa karena engkau tak pernah memberi kejelasan bagaimana kita, bagaimana kelanjutannya, bagaimana semua, ah aku benci paling kau memikir jawabannya tiada kau ketahui. Terakhir kali aku kecewa karena hakku tiada pantas untuk meminta kau mencintaiku. Itu saja,

Umy Amanah
Powered by Blogger.