Wahai pemilik cinta yang terkesan dipeluk nistapa. Jika aku hitung waktu yang telah aku lalui untuk diam, apa kau sanggup menggambarkan? Jika aku kejar waktu lamanya aku memulai mencintaimu, apa kau sanggup berlari bersamaku? Jika aku bicarakan tentang cinta yang memenuhi sajak-sajaku, apa kau sanggup membaca tanpa ada jeda waktu? Dan jika aku ceritakan bagaimana aku mencintaimu lewat tulisan, apa kau sanggup untuk memaknai perasaan?
Itu semua yang aku ragukan. Karena selama ini kau menganggap semua puisiku itu visualisasi imaji, ceritaku adalah larik penghibur diri, dan suratku adalah bentuk nyata dari hasil karya sastra.
Semua itu bukan, wahai yang terkasih..! Karena puisi adalah ungkapan cinta yang sanggup aku beri, cerita adalah bentuk nyata bagaimana aku mengadu pada dunia tentang cinta, dan surat adalah bentuk terakhir bagaimana aku memberitahumu tentang cinta yang tersirat.
Lantas, apa yang akan kau tanyakan padaku setelah membaca suratku? Memastikan atau bahkan memutuskan? Keduanya, aku telah memiliki jawaban. Tapi jika kau masih saja tidak paham, kau telah membuatku kembali diam untuk sesuatu yang menyakitkan.
*Debu Ambigu