Harus aku mulai menulis kalimat apa jika kalimat pertama dalam sebuah tulisan, untukku selalu menjadi momok paling menakutkan. Haruskah aku berdalih bahwa ini hanya #coretanSINGKAT atau bahkan #sajakSINGKAT? Sungguh aku ingin sekali mengatakan bahwa jika tulisan ini terselesaikan adalah sebuah persembahan. Namun sepertinya sangat sulit menjadi kenyataan. Tapi, malam ini diiringi rintik hujan yang menjadikan mega sore ini tiada aku akan berusaha.
Enam hari terbaring di atas tempat tidur tiada beberapa sahabatpun tau kecuali keluargaku. Seperti rasa ini, rinduku pada mereka (sahabatku) yang tidak aku ungkapkan selain lewat tulisan. Lalu harus bagaimana aku mengungkapkan jika yang aku bisa hanya bersuara lewat kata dan membisu lewat lagu. Semestinya aku tidak sepengecut ini, selalu takut menjadikan kata bernyawa agar bersuara, paranoid menjadikan tulisan langsung bisa tersampaikan.
Kudengar petikan suara gitar tak berakor di ruang tengah rumahku. Namun bagaimana bisa otakku terus menggebu seolah sakau untuk menulis sesuatu. Tepatnya tujuh hari yang lalu kita bertemu. Jika boleh aku uraikan mengenai pertemuan itu adalah singkat. Pertemuan kita berempat yang sangat singkat, tiada kesan, tiada kenangan, dan tiada pesan yang tersampaikan.
Bagaimana tidak? Hampir lima bulan kita tak bertatap muka ternyata perlu waktu sesingkat itu untuk merubah segalanya. Merubah semua yang awalnya benar-benar ada dan kini tiada bergambar sedikitpun dihadapan muka. Aku berharap bukan alasan untuk terus mengalihkan permasalahan, bukan karena perbedaan media sosial yang kini dimilikinya hingga terkesan tiada pesan tersampaikan atau sedikit kabar kegembiraan.
23 Januari 2015, aku bertemu dia. Sosok paling kecil dari semuanya. Sayangnya, ternyata kini dia telah dewasa, betapa bangga aku melihatnya menjadi bagian dari panitia besar adalah keputusannya. Bertemu dirinya dalam sebuah acara besar, mungkin menjadikan aku terlihat sangat kecil dimatanya. Responnya sungguh biasa saja ketika sekitar tujuh jam kita di bawah satu atap yang sama (Gedung Olahraga dan Seni Mahesajenar), padahal dia tak tau betapa diriku sangaat merindu. Diiringi detak sound system yang memang sedang dipersiapkan untuk acara hari selanjutnya menjadikan detak hatiku yang menggebu-gebu merindu semakin tak terdengar olehnya. Apalagi pandangan matanya yang memang benar-benar sedang disibkukkan dengan dekorasi ruangan yang memang diseting agar tidak mengecewakan. Jika saja dia sering melihatku waktu itu, mungkin sesekali dia sadar bahwa dalam waktu tujuh jam aku banyak menghabiskan waktu untuk melihatnya. Melihat kedewasaannya, melihat kepanikannya, melihat tanggung jawabnya, melihat kesibukannya, hanya saja aku tidak melihat satu hal dari dirinya yaitu dia tidak melihatku yang memperhatikannya. Aku paham bahwa "Sesuatu yang besar perlu pengorbanan yang besar pula, tetapi jangan mengorbankan orang-orang yang disekitar kita. Karena dengan mengorbankan mereka, kita akan kehilangan sesuatu yang lebih besar. Yaitu sesuatu yang pernah kita miliki sebelumnya." - Umy Amanah
24 Januari 2015, aku bertemu banyak orang dalam Purbalingga Campus Fair (PCF) 2015. Jujur saja yang aku tunggu-tunggu sebenarnya adalah dia. Seseorang yang pernah paling dekat denganku. Bukan pacar, tapi sahabat sebangku. Tapi ternyata dia datang entah untuk siapa, baru kali ini aku tidak bisa membaca maksudnya. Awalya aku kira dia datang untukku, karena sebelumnya aku telah berkunjung ke rumahnya dan dirinya berniat ingin sekali datang dalam acara yang mengharuskanku stand by di sana. Bahagiaku kala kuketahui dirinya akan menghadiri acara yang biasanya menjadi sarana temu kangen ria. Pasalnya, genap lima bulan lebih lima hari aku tak bertemu dirinya, bayangkan betapa kangennya aku pada sahabatku yang satu ini, jutaan cerita aku simpan untuk keesokan harinya aku ungkapkan. Semalaman aku memimpi-mimpikan akan hari itu. Namun betapa merintihnya aku ketika dia datang dan mendekatiku, lalu dia menceritakan bahan cerita bukan tentang aku dan dia bahkan bukan tentang kita. Tapi tentang orang lain yang pernah menyakitinya yang kala itu juga berada dalam tempat yang sama. Ternyata entah sampai kapan aku tidak bisa mengartikannya, mengartikan tentang dia yang kala itu datang untuk siapa? "Terkadang kita perlu menyiapkan diri untuk mendatangi sesuatu. Agar suatu saat kita tidak menyesal, bahwa ternyata tujuan kita untuk mendatangi orang yang kita sayangi justru menjadikannya tersakiti." - Umy Amanah
24 Januari 2015, aku juga bertemu dia. Seseorang yang kini telah memiliki orang yang sangat dia sayangi setelah kita. Sayangnya dia kurang tertarik saat melihatku, mungkin karena ada sosok yang lebih penting di sampingnya daripada diriku. Kemudian aku menghindarinya, ternyata diapun semakin tidak terlihat mata. Menghilang dalam kerumunan ratusan orang. Atau mungkin karena aku tidak terlalu tinggi hingga aku tidak bisa melihatnya yang tertutupi. Namun sampai sekarang aku tidak mengetahui tujuan dia datang waktu itu. Untukku, untuk sahabatnya, atau untuk yang dia cinta? Tak jelas memang. Terlebih perbincangan kita sangat-sangat sedikit, bahkan terkesan tak ada perbincangan. Hal ini karena pertemuanku dengannya hanya tegur sapa. Jujur saja waktu itu aku benar-benar rapuh. Bagaimana tidak? Jika tujuanku pulang dalam libur semester ini selain bertemu keluarga adalah melepas rindu bersama dia yang pernah menjadi warna dalam kanvas dunia. Tapi jika yang terukir kini adalah warna putih pada kanvas putih, bagaimana aku akan menceritakaan keindahan pertemuan kita pada orang lain di luar sana? "Saat kita melupakan sesuatu yang telah kita miliki karena ada hal baru. Betapa kita merugi akan kenangan yang telah tercipta dan hal baru itu belum mampu memberimu yang sepada." - Umy Amanah
Maafkan aku wahai sahabat-sahabatku, telah menjadi sosok pengecut di balik kata. Ini adalah rinduku pada kalian semua, tentunya yang tiada kalian menyadarinya. Kujadikan ini sebagai persembahan pertemuanku pada kalian. Persembahan ceritaku pada orang lain di luar sana, berutungnya aku jika suatu saat kalian menyadari dan mengetahui dengan membaca tulisan ini bahwa rinduku pada kalian tidak pernah sampai terfikirkan. Namun aku berharap beberapa perasangka, aku salah menafsirkannya. Itu saja,
Umy Amanah