Thursday, February 13, 2014

AKU BENCI DIBANGUNKAN

Umy Amanah
                 Umy Amanah pagi ini berjalan sekeren apa yang dia inginkan. Memakai kostum jurnalistik dan atribut lengkap dengan ID Card melangkahkan kakinya pada kegelapan. Kegelapan adalah sebuah suasana dimana hanya ada dalam sebuah negeri yang sangat dia cintai, sayangnya itu bukanlah yang dirinya kehendaki.

Suatu ketika Umy bertemu dengan seorang temannya, Endru sapaan akrabnya. Kedua sosok seprofesi ini bertemu di depan sebuah gedung dimana kewibawaan gedungnya saja kini telah hancur, tidak bisa membayangkan hancurnya orang-orang di dalamnya bukan? Ah coba tinggalkan itu! Dengan perlengkapan jurnalis, keduanya duduk di emperan jalan dengan menyantap seporsi rames yang dirasanya seperti suport asupan tenaga pagi yang membangunkan.
Lepas dari itu semua, ternyata mereka berdua menanti sosok kontraversi minggu ini yang memang sebagai tranding topic pembicaraan seluruh lapisan masyarakat. Dialog antara Umy dan Endru selepas menyantap sarapan pagipun tak terelakan.
Umy         : “Masih banyak yang kayak gini nggak ya? “
Endru       : “Ah,... apanya? Bisa hancur lah negeri kita ini.”
Umy         : “Dari dulu memangnya belum hancur?”
Endru       : “Yang aku lihat si setengah-setengah.”
Umy         : “Apa maksudmu ini?”
Endru       : “Ah lupakan!”
Mengakhiri pembicaraannya Endru langsung membuka note pribadinya untuk memeriksa kembali daftar pertanyaan yang akan diajukan pada narasumber yang dia dan rekannya tunggu-tunggu dari pagi. Tidak seperti Endru, Umy malah asyik dengan situs pribadinya. Saat diingatkan, ternyata belum ada satu daftar pertanyaanpun yang ada dalam note pribadi Umy. Padahal, kalian ketahui saja bahwa rekan Endru ini yang sering dipanggil Umy kesehariannya dia selalu mengatakan impiannya menjadi Agent Of Change.
Lewat dunia jurnalis, Umy memang berkeinginan menjadi agen perubahan negeri ini. Kemirisan akan apa yang ada didalamnya menjadikan hatinya berontak, kemauannya menjadikan negeri ini lebih baik dengan jalan jurnalis yang ada dalam darahnya memang membara. Menurutnya negeri ini bisa dirubah dengan kata-kata. Seperti selogan jurnalisnya “Hebatnya jadi jurnalis itu bisa mengubah dunia hanya dengan kata-kata” itu yang selalu dirinya inginkan.
Tepat pukul 08:00 WIB dirinya dan Endru rekannya bangkit dari posisi duduk pada awalnya. Semua rekan-rekan yang ada dalam lokasi tersebut semua berlarian dan berhamburan tepat di pintu masuk gedung dengan embel-embel lembaga peradilan hukum tertinggi itu. Berlari mengejar sosok yang telah kehilangan kewibawaan memang menjadi tugasnya untuk mendapatkan apa yang masyarakat perlukan. Tepat sekali, sebuah informasi skandal kehancuran pimpinan elit negeri ini.
Hujan pertanyaan dari rekan-rekan seprofesinya memang mempersempit kesempatannya untuk bertanya meski hanya satu pertanyaan. Terlebih postur tubuh dirinya yang tidak terlalu tinggi juga menambah pelik apa yang dirinya hadapi. Tak mau dikonfirmasi, sosok yang telah kehilangan kewibawaan itu terus dikawal polisi menuju persinggahannya. Rekan seprofesinya mungkin banyak yang menyerah karena tidak ada satupun kalimat yang keluar dari Hilang Wibawa, begitu kami memanggilnya di belakang.
Saat semua rekannya mundur dan kembali pada tempat semula sebelum tokoh kontrofersi itu datang, Umy tetap berdiri melihat Hilang Wibawa berjalan dengan kawalan ketat. Tanpa dibekali satu pertanyaan dalam note pribadinya, dia memberanikan diri menanyakan satu pertanyaan.
Umy           : “Pak, satu pertanyaan saja dari saya. Apa Tuhan menangis melihat apa yang anda lakukan untuk negeri ini?” (Teriaknya sebelum Hilang Wibawa memasuki gedung yang telah rontok kewibawaannya itu).
Endru         : “Hih kamu, itu bukan pertanyaan seorang jurnalis lah. Yang benar saja kau ini!” (Tadah keras Endru yang waktu itu masih berdiri bengong disampingnya).
Saat mendengar ada pertanyaan seperti itu, semua rekan profesinya menengok heran. Tak ada pertanyaan seperti itu sebelum-sebelumnya. Semua rekan profesinya kembali gencar menyoroti Hilang Wibawa dengan perlengkapan jurnalisnya. Terlihat memang putaran kepala sekitar 1300 Hilang Wibawa, mungkin karena heran atau merasa bersalah. Entahlah, karena Umypun tak sadar bahwa pertanyaan yang dia lontarkan telah membuat semuanya terkejut.
Jepretan flash kamera terus menyoroti dirinya dan sang tokoh kontrafersi Hilang Wibawa. Semua jurnalis yang ada disitu berinisiatif bahwa jika kejadian tersebut diberitakan akan menjadi berita terpopuler seketika itu juga. Sayangnya, dari semua ketidaksengajaan apa yang terjadi di luar pintu masuk berkaca itu, Hilang Wibawa kemudian meneruskan langkahnya untuk memasuki gedung yang memang sebagai tempat dirinya bekerja semula.
Semua awak media kini menyoroti dirinya, penasaran kenapa sampai keluar satu pertanyaan yang mematikan. Kini profile pribadinya muncuk dimana-mana sebagai headline berita dan lainnya. Banyak memang yang menyoroti kalimat pertanyaan Umy pada hari itu, sorotan pendapat dari berbagai kalanganpun bermunculan. Saat dirinya semakin buming menyaingi tokoh kontrafersi Hilang Wibawa, banyak orang berpendapat bahwa jarang sekali seseorang berfikir sebuah pertanyaan pemberitaan mengaitkannya dengan Tuhan.
Setelah kejadian itu, Endru datang ke ruang kerjanya. Seperti biasanya, terlihatlah sosok sederhana di depan monitor kerjanya.
Endru       : “Gila, jadi tranding topic pekan ini.”
Umy         : “Ah biasa aja, nggak ngaruh buat aku sebelum ada jawaban tuh dari Hilang Wibawa.” (Jawabnya sembari mengupdate situs pribadinya).
Endru       : “Sial, kaya gini kamu pikir biasa aja?”
Umy         : “Iyalah, semua masih biasa sebelum ada perubahan di negeri tercinta ini.”
Endru       : “Aku yakin, sebentar lagi bakalan ada perubahan dari kata-kata kamu, seperti opsesimu.”
Umy         : “Masih inget prinsip jurnalis aku?”
Endru       : “Iyalah, gini kan Hebatnya Jurnalis Itu Bisa Mengubah Dunia Hanya Dengan Kata-Kata.”
Umy         : “Exactly, itu inginku. Eitz,... tapi sebelum mengubah negeri ini dan dunia aku hanya sedang berusaha mengubah diriku sendiri.”
Endru       : “Nggak lama lagi kamu pasti bakal mengubah negeri ini, dengan kata-katamu itu. Hahaha,...” (candanya).
Benar, tak lama setelah perbincangan keduanya, Umy menjadi sosok fenomenal negeri ini, banyak diundang sebagai narasumber atas apa yang telah dia keluarkan lewat kata-kata. Tak terpikir sebelumnya bahwa Umy akan menjadi seseorang yang punya segudang jadwal undangan seperti sekarang ini, berbeda dengan jadwal kesibukannya dengan jadwal mengejar-ngejar berita. Kini khalayak menerima baik apa yang dia lakukan, banyak sekali yang mengapresiasi dengan baik.
Menjadi sosok fenomenal dan sedikit merubah negeri ini dari para Hilang Wibawa memang menjadikannya banyak menerima penghargaan, diantaranya yang hari ini akan dia terima. Penghargaan sebagai Tokoh Muda Inspirasi Negeri. Saat nama lengkapnya dipanggil untuk menuju podium, dengan teriakan Umy Amanah. Sayangnya banyak yang aneh, Umy merasa dia tidak disambut baik, seperti ini.
Ibu           : “Umy, Umy, Umy,..... Bangun, bangun, bangun! Setiap kali liburan sekolah, kamu selalu bangun jam 10. Cepet bangun!” (Teriak ibunya marah-marah membangunkan).
Umy         : “Aaaaghhhhhhhrrrrrrr...... Mamah, sebentar lagi aku mau jadi Tokoh Inspirasi Negeri ini, kenapa mamah bangunkan aku?” (Kekecewaannya mendalam karena gagal mendapatkan piala tokoh inspirasi yang sebentar lagi akan diberikan pada dirinya dalam mimpi).
Ibu           : “Oh ternyata kamu lagi mimpi? Kebanyakan tidur si, liat udah jam 10, cepat bangun, mandi!”
Umy         : “Mamaaaaaaaaaaah...... AKU BENCI DIBANGUNKAN!” (Marahnya Umy pada Ibunya yang membangunkannya dari mimpi terindahnya).
Beranjak dari tempat tidurnya, Umy lekas melakukan apa yang Ibunya perintahkan. Terlepas dari kemalasannya, Umy tetap anak perempuan yang menurut pada Ibunya. Meskipun dirinya sangat marah pada Ibunya karena telah membangunkannya dari mimpi terindahnya, namun hanya sesaat. Karena dirinya telah bersyukur bisa merasaakan menjadi apa yang dia inginkan di dalam mimpinya. Umy percaya bahwa masa depan yang besar dalam hidupnya berasal dari sebuah mimpi yang menjadikan kita berusaha untuk merealisasikan mimpi itu.

THE END
(Umi Amanah)
Facebook : Umy Amanah / www.facebook.com/UmyAmanah26
Twitter : @Umy_Amanah26 / www.twitter.com/Umy_Amanah26

POETRY PART #20

Me, You and Shadow

Saat rapuh merasa akan kesendirian
Sayang, hening tak mampu beritahukan
Aku bertanya pada sepi
Kenapa aku seperti ini?

Gema, aku dapat mendengarnya
Sayangnya, tak bisakah kulihat rupanya
Aku bertanya sendiri
Apa kau tak bisa kusentuh kembali?

Alone, ... alone
Dan kini aku tak mengerti
Saat aku hanya bisa rapuh
Dimana aku hanya bisa mendengar gema

Seringkali aku menutup mata
Berpura-pura semua baik-baik saja
Gema adalah satu-satunya yang datang kembali
Apakah itu satu-satunya teman yang aku miliki

Hanya bayangan yang tak pernah nyata
Tepatnya shadow
Satu-satunya temanku
Dan terakhir aku sendiri


Umy Amanah
Umy Amanah
Powered by Blogger.