Sekian lama tidak menulis, agaknya aku bingung ingin memulai kalimat awal apa dan mengambil judul apa. Sayangnya, karena hari ini begitu berat, jadi aku mencoba memvisualisasikannya pada tulisan. Semoga saja kepalaku tidak meledak karena emosi dalam diri yang sejatinya tidak terkontrol lagi.
Ini tentang kecewa jujur saja. Iya, hari ini aku ingin sekali mencurhakan tulisan tentang kecewa. Wah masih bingung juga ini tentang kecewa, mengecewakan, atau dikecewakan. Satu kata, tapi dengan beberapa afiks itu maknanya jadi sangat berjauhan.
Kalau saja kata 'kecewa' itu sedang dalam mata kuliah Morfologi, wah tentu saja akan terjadi seperti ini,
kecewa => me + kecewa + kan
kecewa => di + kecewa + kan
Itu, sederhananya dalam Morfologi, dalam hidup ini ternyata berat sekali. Ah, entahlah.
Ah, hari ini memang bisa dibilang hari yang sangat berat. Berat antara menjadi pecundang atau pengecut. Aku ingin sedikit bercerita tentang pecundang, iya pecundang. Awalnya aku kira, aku tidak mau menjadi pecundang, habisnya pecundang itu suka sembunyi-sembunyi. Apalagi sembunyi dari masalah.
Eh ternyata, hari ini aku telah menjadi pecundang. Alasannya simpel saja, karena jika aku jadi pembelapun yang aku akan dapatkan sama saja dengan jadi pecundang. Iya, ini kembali pada pilihan mana yang lebih mudah dan ringan. Bukan tidak suka pekerjaan berat, tapi karena tersaji yang ringan dan menguntungkan, kenapa harus mengambil yang berat dan merugikan.
Nah anehnya, setelah menjadi pecundang. Aku ternyata juga jadi pengecut. Kalu ini tentang diam tentu saja. Diamku kali ini sebenarnya bukan diam emas pada umumnya, karena ini tentang diam yang membara, diam yang beramarah, dan diam tentang sesuatu bertentangan dengan nurani. Jika berbicara tentang nurani itu terlalu jauh, baiklah ini yentang hati.
Kembali pada hal bahwa ini tentang kecewa, tentang mengecewakan atau dikecewakan. Awalnya sebenarnya aku merasa bahwa aku telah mengecewakan. Sayangnya pola berpikirku berubah di tengah-tengah. Karena ini jujur saja tentang kecewa yang diimbuhi afiks 'di' dan 'kan' hingga berakhir dikecewakan.
Satu kata, beda penambahan hingga beda penafsiran. Lantas katanya kita satu keluarga, beda perlakuan, hingga beda memaknai siapa yang sebenarnya benar-benar benar dalam kesalahan. Itu tidak ada. Itu saja.,
Umy Amanah