Lombok International Airport |
Melihat postingan terakhir saya di blog ini rasanya sudah terlalu lama. Seketika, saya jadi ingin berbagi pengalaman mengenai perjalanan saya ke Lombok selama empat hari tiga malam. Anggap saja tulisan ini untuk memperbarui draf entri sekaligus berbagi cerita jalan yang dulu sering dilakukan namun tiba-tiba menjadi seperti terlupakan.
Masih ingat tentang gema berkekuatan 6.4 SR yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 29 Juli 2018 lalu? Iya, waktu itu saya sedang berada di sana. Perjalanan saya untuk mengikuti acara "Seminar Antarbangsa: Arkeologi, Sejarah, Bahasa, dan Budaya di Alam Melayu" menjadikan saya salah satu orang yang merasakan gempa tersebut.
Kepanikan terjadi pagi hari saat banyak orang bersiap memulai aktifitasnya. Waktu itu saya sedang mempersiapkan untuk mengikuti hari kedua acara seminar. Penginapan saya berada tepat di pinggir Pantai Senggigi, salah satu destinasi wisata favorit wisatawan yang datang ke Lombok. Mengingat posisi penginapan dan gempa yang datang tiba-tiba, saat itu saya hanya bisa berdoa dan memohon ampun kepada Allah Swt.
Pascagempa pertama yang kemudian disusul gempa-gempa selanjutnya menjadikan saya dan kawan-kawan tetap berangkat ke acara seminar. Acara pun tetap berlangsung lancar meski gempa yang terjadi hari itu sedikit membuat panik. Hanya, pada pertengahan hari kedua seminar sempat dihebohkan dengan berita-berita yang muncul di media. Hal tersebut menjadikan beberapa keluarga yang berada di Jawa menjadi sangat khawatir.
Komunikasi yang dilakukan lebih sering daripada biasanya diperlihatkan tidak hanya oleh saya, namun beberapa kawan-kawan pula. Hal ini terjadi karena banyak sekali peserta seminar yang berasal dari luar Lombok. Meski demikian, acara seminar tetap berjalan lancar sampai penutupan. Selebihnya, Lombok kembali tenang dan para peserta menghabiskan sisa waktunya dengan mengunjungi tempat wisata populer di Lombok.
Perjalanan kemarin benar-benar memberi saya pelajaran, yaitu bahwa kematian memang sangat dekat dengan saya. Hal itulah yang dapat saya ambil dari perjalanan saya. Sekarang, saya perlu menghargai waktu yang telah Allah Swt. anugerahkan kepada saya. Selain itu, saya harap perjalanan ke Lombok seminggu lalu dapat mengajarkan kebaikan dan menjadi yang paling dirindukan untuk kembali.
Surakarta, 4 Agustus 2018
Bertemu dengan Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan (Head, Nusantara Studies Center) Pantai Senggigi, Lombok, NTB |
Pemakalah ASBAM ke-7 2018 (Mahasiswa pascasarjana kecuali saya) |
Dr. Kathryn Wellen (Kitlv, Leiden) |