Work Space |
Gus Mus bilang, seseorang hanya
perlu kerendahan hati untuk menerima semua ilmu yang ada di sekitar kita,
terutama menganggap bahwa semua yang ada bisa menjadi guru untuk diri kita.
Sepertinya sejak dua malam lalu saya mulai setuju dengan pendapatnya. Hal tersebut
ternyata terbukti saat saya berbincang dengan teman satu kelas saya saat kuliah
(kemarin), baru kemarin.
Ceritanya adalah mengenai
perbincangan dua orang editor. Teman bicara saya dua malam lalu adalah teman
sekelas saat saya kuliah. Ia menjadi lulusan pertama angkatan saya, sidang
pertama, dan wisuda pertama. Kerennya lagi tidak ada masa tunggu untuk ia
mendapatkan pekerjaan. Sejak lulus sampai saat ini, tepatnya satu tahun ia
berkerja sebagai editor di salah satu penerbitan buku kota tempat kami kuliah.
Sejujurnya, saya memiliki
pekerjaan yang sama dengan ia. Dapat dibilang, saya masih newbie menjadi seorang editor. Saya menjadi editor sejak tujuh
bulan lalu di sebuah Publishing, Offset, and Trading Company. Ini adalah
pekerjaan ketiga saya setelah sidang pendadaran. Ada dua pekerjaan yang sudah
saya tekuni setelah sidang, tepatnya sebelum wisuda.
Persamaan pekerjaan menjadikan
kami sering berbincang. Istilah Jawa-nya gendu-gendu
rasa. Kami sering berbincang mengenai banyak hal, dari urusan tugas kerja
sebagai editor, sampai pada manfaat menjadi seorang editor. Oya, perlu Anda
ketahui, bahwa saat ini suatu bidang pekerjaan tidak hanya memiliki satu tugas
pekerjaan. Misalnya saja menjadi editor, zaman sekarang editor tidak hanya
bertugas mengenai menyiapkan suatu naskah siap terbit, tetapi dituntut untuk
bisa mebuat atau menulis buku, mengedit, dan menginovasi sebuah buku.
Hal tersebut menjadikan saya
sering berbincang dengan teman saya sesama profesi. Kami berbagi cerita
mengenai pekerjaan yang menurut saya tugas teman saya di kantor lebih berat
daripada saya meski sama-sama seorang editor. Kami sering membanding-bandingkan
tugas, bukan untuk apa-apa karena semata-mata hanya agar lebih bersyukur.
Begitu mudahnya, membanding-bandingkan untuk mensyukuri yang kita punya.
Poin penting pembicaraan saya dan
teman saya atau mungkin bisa disebut sebagai pembicaraan dua orang editor
adalah mengenai segi kebermanfaatan. Tentu saja, setiap orang berkeinginan agar
hidupnya bermanfaat. Terlebih lagi apabila seseorang dapat mengamalkan dan
membagi ilmunya kepada orang lain.
Saya sesekali berkeluh kesah
mengenai tugas seorang editor yang sangat banyak dan berat. Senangnya,
perbincangan dua malam lalu mengetuk hati saya. Teman saya, yang saya anggap
senior sebagai seorang editor tiba-tiba mengatakan, bagaimana jika kita lebih
memikirkan segi kebermanfaatan menjadi seorang editor? Katanya berlanjut
menjelaskan. Ia mengatakan bahwa di luar banyaknya kesulitan menjadi seorang
editor, secara tidak disadari banyak sekali yang sudah kita berikan pada
masyarakat.
Meski berbeda perusahaan, kami
berada pada satu jenis perusahaan penerbitan buku pendidikan (sekolah).
Menurutnya, dengan berada di sebuah perusahaan penerbitan buku pendidikan tentu
sudah menjadi barang pasti bahwa ternyata kita berdua berkontribusi di dunia
pendidikan. Setiap hari kita membuat, mengolah, menginovasi, sampai pada
menyiapkan sebuah buku bahan ajar dapat diterbitkan, sebagai editor. Jika saja
kita melakukan itu untuk satu buku dan dicetak ribuan eksemplar serta kemudian
dibaca oleh ribuan orang yang berniat belajar, betapa beruntung kita sebagai
kontributor di dalamnya.
Padahal, sejauh ini sudah berapa
banyak buku yang ada kontribusi kita di dalamnya? Menurut teman saya, sebagai
seorang editor buku hanya perlu niat karena Allah Swt. untuk mengamalkan dan
berbagi ilmu. Sisanya, apabila buku itu dapat dibaca, dipelajari, dan
menjadikan satu orang saja mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui
tentu akan menjadi amal jariah kita (sebagai editor) ke depannya. Begitu
simpelnya.
Setelah berbincang dengannya dua
malam lalu, saya semakin menikmati pekerjaan saya. Sejujurnya, sebelumnya saya
tidak pernah berpikir sejauh itu. Mengenai segi kebermanfaatan minimal satu
buku dapat membuka wawasan untuk satu orang, maka akan menjadi amal yang tidak
terputus bagi seorang editor atau seluruh orang yang berkontribusi di dalamnya.
Syaratnya, semua diniatkan karena Allah Swt.
Gus Mus benar, saya bahkan dapat
ilmu dari teman saya sendiri. Kita hanya perlu keluasan hari untuk menerima
banyak ilmu dari banyak guru di sekitar kita. Terima kasih teman kuliah dan
teman profesi dari dulu sampai sekarang. Kita selalu tidak tau sesuatu yang ada
di depan, kita hanya perlu belajar dan melakukan yang terbaik sekarang.
Surakarta, 11 Agustus 2019