Keluarnya Indeks Prestasi atau yang lebih terkenal dengan IP Senin lalu (19/1) ternyata menandakan bahwa perkuliahan semester pertama terlah terlewati. Tepat lima bulan kurang satu hari menjalani kehidupan dengan embel-embel status sebagai mahasiswa tentunya banyak yang akan aku ceritakan. Namun kalian jangan berfikir bahwa aku akan bercerita mengenai bagaimana aku mendapatkan IP lebih dari tiga diatas kertas. Apalagi memperlihatkan hasil printoutnya, karena aku lebih suka menceritakan "behind the scene" dari apa yang ada di atas kertas, menurutku itu lebih menarik.
Perkara pertama yang paling aku suka menjadi mahasiswa adalah saat Ospek 20-23 Agustus 2014. Masuk menjadi mahasiswa di Fakultas Sastra dan Seni Rupa menjadi hal tak pernah terfikirkan olehku, apalagi ada dalam iring-iringan maskot lumba-lumba bertuliskan FSSR yang menjadi point of interest semua mata pada waktu itu. Dipanggil pertama dari semua fakultas menunjukan bahwa fakultasku memiliki umur tertua dalam universitasku. Betapa bahagianya menjadi bagian dari orang-orang yang mencintai kata dan seni dalam hidupnya.
Kemudian aku berkenalan bersama mereka Kelompok 4 Studi Alternatif dan Ajang Kreatifitas (SAJAK) Sastra Indonesia 2014 yang diberi nama Muda Taruna dengan beranggotakan Icha Latifah Hanum, Isti, Ali Mustofa, Puput Siti Nur'aini, Eka Kristina Anggasari, Agung Satrio Nugroho, Dwi Rosiana Putri, Ayu Mardiyah dan aku sendiri. Ospek jurusan yang sebenarnya melelahkan namun terbayarkan lewat air mata saat kita akan dipisahkan ketika puncak acara telah terlewati dan proses menuju puncak telah dijalani. Terimakasih akan tawa yang selalu membuat kita bahagia, perbincangan yang selalu aku kangenkan, kasih yang selalu tertuah tanpa pamrih, karsa yang selalu diberi tanpa bersuara, namun ada yang pelu kita pelajari bersama bahwa perlu membedakan antara percaya diri dan gengsi, serta optimis dan ambisi. Namun yang aku salutkan perlu adanya kebersamaan tuk tercipta persahabataan.
Kemudian aku ingin berbicara mengenai hari bahagia. Bagaimana tidak? Tahun lalu pertama kalinya aku melewati ulangtahunku tidak bersama keluarga dan orang-orang tercinta. Awalnya aku takut saat akan melewatinya. tepat 26 Agustus 2014 hari itu ditakdirkan aku bertambah usia. Semakin dewasa dan mendekati-Nya. Namun terimakasih Tuhan, karena hari itu aku masih merasakan bahagia dari keluarga yang acap kali mendoakan, orang-orang terkasih yang kerap kali memberikan sesuatu tanpa pamrih, serta sahabat yang kadang tetap hadir meski tak sempat bertatap. Awalnya aku kaku merasakan hari bahagia dalam kesendirian, namun tiba-tiba sahabatku menitipkan sesuatu untuk diriku. Katakanlah kado ulangtahun darinya untukku. Terimakasih Eky Nur Rofiqoh atas kado yang terkirim lewat sahabatmu. Terimakasih telah menganggap jarak tak sejauh realita, terimakasih telah menganggap kesibukan tak seperti biasanya hingga tiada lupa, terimakasih atas doa yang tak terlupa, dan terimakasih atas boneka warna jingga.
Tidak dengan melupakan cerita persahabatan, aku akan menambah cerita pertemuan. Dipertemukan oleh Tuhan dengan Eka Kristina Anggasari ternyata memberi kesan berlanjutan. Seperti sekarang ini, jujur saja kita semakin dekat seperti keluarga. Mungkin seperti kebanyakan orang mengatakan bahwa diantara kita itu saling melengkapi kekurangan masing-masing. Menjadi manusia yang berada dalam tempat perantauan demi melaksanakan salah satu ibadah yaitu menuntut ilmu tentunya bukan hal mudah. Jauh dari keluarga terkadang menjadikan kita berfikir untuk menemukan sosok keluarga baru. Alhamdulillah,.... aku menemukannya dalam dirinya (Eka Kristina Anggasari). Terimakasih telah sudi menjadikanku beban sehari-hari di sepeda motormu, terimakasih telah menemani saat panas tubuh ini tidak seperti biasanya, terimakasih telah menjadikanku terkadang lebih dewasa, terimakasih telah membuatku menjadi sosok lebih sabar dari sebelumnya, terimakasih tumpangan makan beberapa waktu sebelumnya, serta terimakasih atas obat yang kau belikan saat aku tergeletak tak bertenaga, serta terimakasih atas kasih seperti keluarga yang kau tulus memberikannya. Semoga kita akan sampai pada kekeluargaan yang semestinya dengan tidak melupakan sedikitpun proses menujunya.
Lalu akan aku ceritakan mengenai sosok inspirasi dalam hidupku, meski dia masih sebaya denganku. Puput Siti Nur'aini yang dengan tangan terbuka mau menerima aku merasakan Lebaran Idul Adha (Minggu, 5 Oktober 2014) dengan bahagia meski tanpa keluarga. Mahasiswa perantauan yang tidak bisa pulang bertemu keluarga dihari raya sepertiku dan temanku Zulfah Mirda Matondang (Langkat, Medan, Sumatra Utara) diperbolehkan menginap di rumahnya ditemani Dwi Nur Masitoh. Keluarganya yang sebegitu baiknya menjadikanku merasakan kebahagiaan hari raya yang luar biasa. Menjalankan sholat 'id di lapangan Desa Klolokan, Kebakkramat, Karanganyar, Solo-Jawa Tengah menjadi penyempurna kebahagiaan yang tidak seperti biasanya. Melewati dua hari satu malam bersamanya sungguh menjadi ladang ilmu yang luar biasa. Dimana aku belajar bagaimana kesederhanaan menjadi mahkotanya, senyumnya menjadi kekuatan dalam hidupnya, rutinitas sebagai ladang ibadah baginya, sikapnya yang harusnya menginspirasi dunia, serta hidupnya yang sekarang menjadi pedoman pembelajaranku padanya. Memiliki moto "Jadilah Orang Yang Bermanfaat" benar-benar dia terapkan dalam hidupnya. Aku belajar darinya bahwa moto adalah realisasi dari pemikiran yang harus dilakukan agar menjadi kenyataan. Terimakasih Puput, telah mengajarkanku meski tanpa buku ini sungguh berarti bagiku.
Menjadi mahasiswa tentunya tidak semua pengalaman atau cerita terlukis di luar kampus, beberapa juga tercipta di dalam kampus itu sendiri. Seperti pengalaman pertama pemati nadi tubuh pertama kali. Saat dimana 3 Desember 2014 aku, Nuraini Isti Kusuma, Dhika Aprilia menjadi wakil dari Kelas B Sastra Indonesia 2014. Mewakili mahasiswa dalam perlombaan di lapangan mungkin masih bisa terfikirkan, namum mewakili dalam forum kegiatan rutin seperti Seminar Antartingkat (SEMANTIK IV) Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS sebagai pemakalah benar-benar tak pernah terlewat dalam pikiran sebelumnya. Persiapan hanya 3 hari dan dituntut menyerahkan makalah yang hanya dibuat sekitar 6 jam menjadikan kita memiliki mental yang hanya bermodal Bismillah. Bermodal Bismillah, makalah yang dibuat selama 6 jam, serta dukunga dari semua teman-teman kelas berharap mematikan grogi dalam diri ini. Bagaimana tidak grogi jika audiensnya adalah semua mahasiswa dari semua angkatan dan beberapa dosen. Sebagai mahasiswa semester pertama dan tingkat pertama tentunya kita belum memiliki bekal apa-apa, namun yang aku perlu apresiasi dari diriku bahwa ternyata aku berani malkoninya. Sungguh, perlu mental baja untuk melihat banyaknya orang di hadapan kita dan mereka akan menyaksikan bagaimana kita menjadi pemakalah yang menyampaikan materi yang kita buat sebelumnya. Namun itu menjadi salah satu pengalaman tak pernah terlupakan.
Lepas dari itu, aku ingin bercerita beberapa hari lalu sebelum liburan mendekatiku. Mengerjakan tugas UKD 3 dan UKD 4 Antropologi mengajarkanku kesantunan lewat tulisan. Aku ceritakan seorang kawan bernama Partini, singkat sekali bukan namanya? Benar, namanya itu saja dan tidak ada kepanjangannya. Tapi sungguh, perlakuannya akan panjang sekali jika aku ceritakan. Berawal karena aku menjadi boncengers motornya kita membeli menu makan siang ayam penyet yang satu porsinya dihargai Rp 7.000,00. Lalu apa yang penting dari ceritaku sebelumnya? Ini yang penting bahwa ternyata ayam penyet itu mengantarkan kita berdua ke kostku. Tentunya untuk melaksanakan ritual makan siang yang paling didambakan anak kost pada umumnya. Makan menjadi yang kita dahulukan sebelum mendirikan sholat dzuhur, terang saja hal itu kita lakukan agar saat sholat dzuhur pikiran kita tak tertuju pada ayam penyet dengan godaan sambal yang saat dimakan menjadikan lidah membara. Setelah sholat dzuhur, laptop menjadi pelampiasan dari tugas yang harus segera dikirimkan. Dengan sistem copy paste menjadikan aku ketiduran, hal itu karena tugasku telah aku kirimkan sebelum dirinya. Tini, sapaan akrabnya memang mahasiswa yang memiliki tingkat kepanikan cukup tinggi. Namun aku bingung, kenapa saat mengerjakan tugas dia diam dan sangat serius. Justru kebisingan tercipta dari suara televisi yang saat itu diseting channel yang menayangkan film korea kesukaannya. Mungkin karena tidak suka, jadi aku terlelap dalam keadaan yang sebenarnya tidak nyaman untuk tidur semestinya. Perkara apa saat aku bangun ternyata dia sudah menghilang entah kemana, tv masih bersuara seperti jadwal biasanya, laptop masih tergeletak di depan pintu sana, serta kertas berada di sampingku entah apa maksudnya. Saat aku buka kertas itu dan aku baca tulisannya "Umi maaf aku pulang dulu, tadi aku udah bangunin kamu tapi kamu kayaknya pulas banget tidurnya jadi aku langsung keluar. Makasih banget laptopnya." Dari tulisan itu aku belajar banyak, bagaimana tulisan tangan masih menjadi hal paling santun menurutku ketika kemajuan teknologi semakin tidak terkendali. Tulisan menunjukan sebuah ketulusan, seperti dapat diambil pelajarannya bahwa dia rela menyobek bukunya demi sebuah pesan tak pernah terduga, menulis kata-kata sederhana yang bermakna luar biasa dengan tangannya, dan hasilnya menjadi kenangan tak pernah terlupakan olehku yang menerimanaya karena jarang sekali pada zaman ini aku mendapatkan hal yang sama seperti apa yang dilakukannya. Terimakasih Tini, telah mengajarkanku kesantunan lewat tulisan dan kenangan manis yang tak pernah terlupakan akan sebuah tulisan kesederhanaan.
Selanjutnya aku akan bercerita mengenai peran perempuan dalam kekuatan kemandirian. Memutuskan untuk lebih memilih membeli sepeda sebagai alat transportasi dalam beraktifitas menjadikan sebuah pengalaman pertama saat membelinya. Bersama Ema Candra Kusuma teman SMP tiga tahun sebelumnya kita memulai langkah kaki yang diwakili dua roda berputar tanpa tau lelah
mengantarkan kita berdua berkeliling Surakarta. Kota dengan semboyan The
Spirite Of Java kita lalui dengan penuh tekanan batin karena
ketidaktahuan logika dan pikir akan rute yang kita lewati. Luap
rasa malu seakan tak kita punyai ketika lampu bangjo menjadi saksi
kebingungan kita akan jalanan kota. Apalagi saat roda sepeda yang kita ikut sertakan menjadi bagian penumpang sepeda motor yang kita pinjam dari kawan kita kemudian menyantel dalam sepion pengendara lain di dekat kita, betapa malunya. Namun sungguh, ramahnya orang Surakarta yang memberi kita maaf dan senyum serta hantaran doa pada kita yang telah berbuat salah padanya. Berjalan sekitar 30 menit dengan guncangan beban ditengah, terpaan angin yang akan membawa kita melayang bersamanya ternyata menjadi pengalaman pertama kita masing-masing. Peduli logika, mengawalinya dengan
membeli sepeda di Jalan Dr. Radjiman
Solo, berlanjut ke Solo Grand Mall (SGM) dengan sasaran rute tak tau
arahnya dan diakhiri di Taman Cerdas Solo dibarengi dengan berfoto
dengan buku AKU - SJUMAN DJAYA semoga menjadi berkah hari ini dalam
agenda terakhir mengerjakan tugas kuliah. Intinya, terimakasih Ema, telah menjadi teman pengukir pengalaman pertama sebagai perempuan dalam kekuatan kemandirian.
Lantas aku ingin bercerita mengenai rutinitas tahun baru yang sama sekali tak berbeda dengan biasanya. Menjadi pribadi yang kerap kali di hadapan monitor menjadikanku melewati tahun baru 2015 dalam kamar kost. Kembali menguntai sajak-sajak singkat dan coretan singkat menjadi rutinitas setiap tahun baru. Tidak ada yang berbeda dari biasanya, melihat kembang api lewat celah jendela, mendengar kebisingan kenalpot motor lewat telinga dan tidak pernah membayangkan akan bahagia di luarsana. Karena aku selalu berfikiran bahwa malam itu adalah aku yang paling merasakan bahagia. Menyendiri dalam imajinasi, bersuara lewat kata, membisu lewat lagu, memandang lewat senandung, serta berdansa lewat sajak kata. Lalu kurang apa lagi? Ini hasil sajak tahun baru 2015 yang tercipta semoga tetap menjadi modal bahagiaku selanjutnya.
#sajakSINGKAT
Aku sendiri dalam termangu
Kemudian sepi mengantarkanku pada air mata
Meski aku tak pernah merasakan luka seperti ini sebelumnya
Sadarku bahwa detik mengajakku beranjak dari pribadi awal diriku
Lalu kemudian aku merinding tersedu tanpa orang tau
Biadabnya diriku atas segala dosa yang pernah aku lewati sebelumnya
Lalu dengan doa aku berharap bisa mengobati luka
Kemudian aku menengadah mengangkat tangan lantas bersuara
Ya Allah ya Tuhanku....
Ampunilah segala perkara dosa perbuatanku
Hingga menjadikan aku hina di hadap-Mu
Dan kini anu merengek maaf dari-Mu
Di hari akhir tahun ini aku memohon ampun
Dalam tempat kesendirian yang tak terjamah peradaban
Meski tetap diiringi kebisingan suara kenalpot euvoria berlebihan
Oleh mereka yang mungkin malam ini berdalih melupakan
Pada-Mu...
Tuhan pemilik teguh kehidupan
*Debu Ambigu
#malamTERAKHIR2014 #sambutSYUKUR2015. Semoga bisa menjadi pribadi lebih baik lagi. Aamiin
Biadabnya diriku atas segala dosa yang pernah aku lewati sebelumnya
Lalu dengan doa aku berharap bisa mengobati luka
Kemudian aku menengadah mengangkat tangan lantas bersuara
Ya Allah ya Tuhanku....
Ampunilah segala perkara dosa perbuatanku
Hingga menjadikan aku hina di hadap-Mu
Dan kini anu merengek maaf dari-Mu
Di hari akhir tahun ini aku memohon ampun
Dalam tempat kesendirian yang tak terjamah peradaban
Meski tetap diiringi kebisingan suara kenalpot euvoria berlebihan
Oleh mereka yang mungkin malam ini berdalih melupakan
Pada-Mu...
Tuhan pemilik teguh kehidupan
*Debu Ambigu
#malamTERAKHIR2014 #sambutSYUKUR2015. Semoga bisa menjadi pribadi lebih baik lagi. Aamiin
Mungkin itu beberapa behin the scene yang tidak aku lupakan. Sebenarnya banyak pengalaman luar biasa yang aku rasakan, sayangnya baru itu yang dapat aku tuliskan. Jika saja dapat aku ceritakan secara lisan aku takut akan kebablasan dan melupakan waktu yang sebenarnya memberi kita batasan. Selamat mengambil pesan dari sebuah cerita kehidupan yang tidak pernah terfikirkan.
Umy Amanah.
0 komentar:
Post a Comment