MAKALAH
SASTRA BATAK DAN SASTRA MINANG
Dibuat untuk memenuhi tugas Ulangan
Tengah Semester
Mata Kuliah Sastra Nusantara
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Bani
Sudardi, M.Hum.
Disusun Oleh:
Nama :
Umi Amanah
NIM :
CO214064
Semester/Kelas : 3/B
PROGRAM
STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
MAKALAH SASTRA BATAK
DAN SASTRA MINANG
Umi Amanah
Universitas Sebelas Maret Surakarta
1.
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Indonesia merupakan salah satu
negara kepulauan yang memiliki kekayaan sastra. Hal tersebut mengacu pada
banyaknya wilayah kepulauan di Indonesia yang mengakibatkan adanya pembagian
wilayah Sastra Nusantara. Dalam hal ini, penulis akan mengambil konsentrasi
pada sastra nusantara yang wilayahnya terpengaruh budaya Melayu.
Pengaruh Melayu tentunya tampak
pada bentuk-bentuk karya sastra seperti pantun, syair, seloka, gurindam, dan
hikayat. Wilayah tersebut diantaranya Pulau Sumatera, Kalimantan, dan
Semenanjung Malaka. Namun, ternyata pembagian wilayah dalam sastra nusantara
merupakan sebuah skema belaka yang di dalamnya masih terdapat tumpang tindih
dan ketidakpastian. Dalam tulisan ini, penulis akan mengulas sastra Batak dan
sastra Minang sebagai bentuk atau bagian dari sastra nusantara.
b. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana contoh karya sastra Batak?
2.
Bagaimana isi dalam karya sastra Batak?
3.
Bagaimana suatu karya dapat
dikategorikan dalam sastra Batak?
4.
Bagaimana contoh karya sastra Minang?
5.
Apa saja jenis karya sastra Minang?
6.
Bagaimana karya tersebut dapat
dikategorikan dalam sastra Minang?
c.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui contoh karya sastra Batak.
2.
Mengetahui isi contoh karya sastra
Batak.
3.
Mengetahui bagaimana suatu karya dapat
dikategorikan dalam karya sastra Batak.
4.
Mengetahui contoh karya sastra Minang.
5.
Mengetahui jenis karya sastra Minang.
6.
Mengetahui bagaimana suatu karya dapat
dikategorikan dalam karya sastra Minang.
2. PEMBAHASAN
Sastra Nusantara adalah sebuah frasa yang menunjuk
tentang karya-karya sastra dan hal terkait yang terdapat di wilayah kepulauan
Asia Tenggara. Karena Indonesia merupakan negara yang masuk dalam negara
kepulauan, oleh karena itu Indonesia memiliki sebutan Nusantara. Indonesia
tentu memiliki banyak wilayah yang di dalamnya tentu terdapat karya sastra. Ini
sangat dekat dengan pembagian wilayah sastra nusantara. Dalam hal ini, penulis
akan memngambil dua wilayah di Indonesia yang memiliki karya sastra terpengaruh
Melayu yaitu sastra Batak dan Sastra Minang.
Sastra Batak merupakan hasil kebudayaan yang
berkenaan dengan cerita rakyatnya. Ini berkaitan erat dengan Bahasa Batak pada
zaman dahulu secara umum merupakan bahasa lisan. Sebenarnya hingga saat ini,
sastra Batak belum dapat diuraikan dengan jelas dan lengkap karena beberapa
faktor yang mempengaruhiny.
Terlepas dari permasalahan mengenai belum jelasnya
uraian tentang sastra Batak, penulis mencoba mengulas sedikit mengenai
bentuk-bentuk sastra Batak. Bentuk tersebut adalah : puisi, perumpamaan,
pantun-pantun, doa-doa, dongeng atau turi-turian, peribahasa.
Orang
Batak Toba terkenal dengan keberaniannya untuk berbicara di depan umum dan
keberanian dalam hal-hal lainnya. Sifat umum dan khas dari suku bangsa ini
ialah “Si boru puas si boru bakkara, molo nunga puas ampema soada mara
(artinya,seseorang harus mengungkapkan isi hati dan perasaannya, dan jika hal
itu telah terungkapkan maka puaslah rasanya dan damai serta selesailah
masalkah, semua masalah harus dituntaskan dengan pembicaraan). Ungkapan ini
umumnya mewarnai sifat orang Batak. Berkaitan dengan itulah maka orang Batak
suka berbicara. Suka berbicara, berkaitan erat dengan bayak hal dalam hidup
orang Batak Toba. Suku ini memiliki banyak ungkapan-ungkapan berhikmat,
pepatah, pantun, falsafah, syair lagu, dll. Banyak ungkapan bijaksana di
kalangan masyarakat Toba. Ungkapan bijak itu tidak kala penting dan nilainya
bagi kehidupan mausia bila dibandingkan dengan ungkapan bijak dari sastra suku
bangsa lain. Ungkapan berhikmat itu sungguh lahir dari pengalaman dan
pergulatan hidup nenek moyang dari dahulu hingga masa sekarang.
Makna
yang terkandung dalam sastra Batak Toba berkaitan erat dengan kehidupan yang
dialami setiap hari, misalnya: falsafah pengetahuan (Batak: Habisuhon),
kesusilaan (Batak: Hahormaton), tata aturan hidup (Batak: Adat dohotuhum) dan
kemasyarakatan (Batak: Parngoluon siganup ari). Bila diteliti secara seksama,
sastra kebijaksanaan suku Batak Toba (yang disebut umpama), terdiri dari empat
bagian. Pembagian itu adalah sebagai berikut:
1.
Filsafah (Batak: umpama na marisi
habisuhon= pepatah yang berisi pengetahuan atau kebijaksanaan).
2.
Etika kesopanan (Batak : umpama
hahormaton).
3.
Undang-undang (Batak: umpama na mardomu
tu adat dohot uhum).
4.
Kemasyarakatan (Batak: umpama na mardomu
tu parsaoran si ganup ari, ima na dipangke di tingki pesta, partamueon, dll.).
Arti dan
makna umpama (pepatah) dalam suku Batak Toba sangat luas dan mendalam.
Berdasarkan bentuknya ungkapan itu dapat di bagi ke dalam empat bagian besar. Pembagian
itu ialah:
1.
Pantun (Batak: umpasa): adalah ungkapan
yang berisi permintaan berkat, keturunan yang banyak, penyertaan dan semua hal
yang baik, pemberian dari Allah.
2.
Kiasan/persamaan (Batak: tudosan):
adalah pepatah yang berisi persamaan dengan ciptaan (alam) dan semua yang ada
di sekitar kita, misalnya: pematang sawah yang licin.
3.
Nyanyian (Batak: endeende): adalah
pepatah yang sering dinyanyikan, diungkapkan oleh orang yang sedang rindu, yang
bergembira dan yang sedang sedih.
4.
Pepatah (Batak: Umpama) adalah:
a)
kebijaksanaan/kecerdikan,
b) pepatah etika
kesopanan,
c) pepatah adat
(peraturan :tata cara),
d) pepatah
hukum.
Sastra kebijaksanaan Batak Toba :
1. Berkaitan dengan Penderitaan Manusia:
·
Nunga bosur soala ni mangan
·
Mahap soala ni minum
·
Bosur ala ni sitaonon
·
Mahap ala ni sidangolon
Arti harafiah dan leksikal:
Sudah kenyang
bukan karena makan
Puas bukan
karena minum
Kenyang karena
penderitaan
Puas karena
kesedihan/dukacita
Sedangkan arti dan makna terdalam: Syair
pantun ini mengungkapkan keluhan manusia atas penderitaan yang berkepanjangan
yang menyebabkan keputusasaan. Penderitaan sering dianggap sebagai takdir.
Takdir ditentukan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Allah orang Batak Toba) harus
diterima dengan pasrah saja. Ada orang yang menyerah saja pada penderitaan dan
menjadi apatis. Namun untuk sebagian orang takdir dilihat sebagai sarana
pendidikan, yakni mendidik untuk tabah menghadapi segala cobaan hidup,
menyingkirkan sifat sombong dan sekaligus menanamkan rasa patuh kepada orang
tua, raja, hula-hula (kerabat keluarga), nenek moyang dan Debata Mulajadi Na
Bolon.
Jenis pantun ini ialah “pantun
andung” (pantun tangisan) pada penderitaan. Pantun ini diungkapkan pada waktu
mengalami penderitaan (kesedihan dan duka cita), misalnya pada saat kematian
orang tua, sahabat dan famili.
2. Berkaitan dengan Nasihat dan Larangan Melakukan Perzinahan:
·
Silaklak ni dandorung
·
Tu dangka ni sila-sila
·
Ndang iba jumonokjonok
·
Tu na so oroan niba
Arti harafiah dan leksikal:
·
Kulit kayu dandorung
·
Ke dahan kayu silasila
·
Dilarang mendekati perempuan/wanita
·
Jika tidak istri sendiri
Arti terdalam:
Dua
baris terakhir dari syair pantun di atas menasehatkan kepada semua pria
agar tidak mendekati seorang perempuan/wanita yang tidak istrinya. Nasehat
ini merupakan usaha untuk menghindari tindakan perzinahan dan
sekaligusmerupakan larangan untuk tidak melakukan perzinahan. Seorang laki-laki
yang mendekati perempuan yang bukan istrinya dan melakukan hubungan
seksual disebut berzinah. Orang yang melakukan perzinahan dihukum dan
terkutuk hidupnya.
Jenis Sastra:
Pepatah
nasehat ini digolongkan ke dalam pantun nasehat atau pepatah nasehat
(Batak: umpama etika hahormaton, adat dohot uhum). Pepatah ini digunakan
pada kesempatan pesta adat, pesta perkawinan, dan pada hari-hari
biasa serta pada kesempatan yang biasa juga. Juga sering diungkapkan pada
waktu diadakan musyawarah kampung karena adanya tindakan pelanggaran
perkawinan. Biasanya orang yang berzinah dihukum secara adat.
3. Berkaitan dengan Etika Kesopanan (sopan santun):
·
” Pantun
hangoluan, tois hamatean!”
Arti harafiah dan leksikal: Sikap
hormat dan ramah mendatangkan kehidupan dankebaikan; sikap ceroboh atau sombong
(tidak tahu adat) membawa kematian/malapetaka.
Arti terdalam: sopan santun,
sikap hormat dan ramah tamah akan membuahkan hidup yang mulia dan bahagia
(baik), sedangkan sikap ceroboh dan sombong (angkuh) akan menyebabkan kematian,
penderitaan, malapetaka dalam hidup seseorang. Pada umumnya orang yang sopan
memiliki banyak teman yang setia, ke mana dia pergi selalu mendapat
perlindungan dan sambutan dari orang yang dijumpainya. Sedangkan orang yang
ceroboh dan sombong sulit mendapat teman bahkan sering mendapat lawan dan
musuhnya banyak. Yang seharusnya kawan pun menjadi lawan bagi orang yang
seperti ini.
Jenisnya dan digunakan pada kesempatan: Sastra
ini tergolong dalam pepatah (Batak: umpama) nasehat. Pepatah etika sopan
santun. Biasanya digunakan pada kesempatan memberangkatkan anak, famili atau
sahabat yang hendak pergi ke perantauan. Dan pepatah ini digunakan sebagai
nasehat orang-orang tua kepada anakanaknya.
4. Berkaitan dengan “Janji atau nazar” yang harus ditepati:
·
Pat ni satua
·
Tu pat ni lote
·
Mago ma panguba
·
Mamora na niose
Arti harafiah dan leksikal:
·
Kaki tikus
·
Ke kaki burung puyuh
·
Lenyap/hilanglah si pengingkar janji
·
Dan kayalah yang diingkari
Arti terdalam: seorang yang
mengingkari janji, apalagi sering-sering mengingkari akan hilang lenyap
(mati) karena tindakannya dan orang yang diingkari akan menjadi kaya.
Orang yang mengingkari janji dikutuk dan ditolak oleh masyarakat
umum, sedangkan orang yag diingkari mendapat penghiburan dan pengharapan
yang baik dari sang pemberi rahmat. Dia akan menjadi kaya dalam hidupnya.
Padan adalah janji atau perjanjian, ikrar yang disepakati oleh orang yang
berjanji. Akibat dari pelanggaran padan lebih daripada hukum badan, karena
ganjaran atas pelanggaran padan (janji) tidak hanya ditanggung oleh
sipelanggar janji (padan), tetapi juga sampai pada generasi-keturunan
berikutnya. Ada unsur kepercayaan kutukan di dalamnya. Padan bersifat pribadi
dan rahasia, diucapkan tanpa saksi atau dengan saksi. Jika padan diucapkan
pada waktu malam maka saksinya ialah bulan maka disebut padan marbulan.
Dan jika diucapkan pada siang hari saksinya ialah hari dan matahari
disebut padan marwari. Nilai menepati janji cukup kuat pada orang Toba.
Ini mungkin ada kaitannya dengan budaya padan yang menyatakan perbuatan
ingkar janji merupakan yang terkutuk.
Jenis pantun dan digunakan pada
kesempatan: pantun ini tergolong ke dalam pepatah
(Batak: umpama) nasehat kepada orang yang berjanji (Batak: marpadan). Pepatah
ini digunakan pada kesempatan ketika menasehati orang yang sering menginkari
janji. Pada upacara adat terjadi pembicaraan dan berkaitan dengan pengadaan
perjanjian. Nasehat ini diberikan dan disampaikan oleh orang tua dari kalangan
keluarga. Ini merupakan unsur sosialisasi untuk mendidik orang Toba menjadi
orang yang konsekuen dalam bertindak.
5. Berkaitan dengan Kehidupan Sosial Masyarakat:
·
Ansimun sada holbung
·
Pege sangkarimpang
·
Manimbuk rap tu toru
·
Mangangkat rap tu ginjang
Arti harafiah dan leksikal:
·
Mentimun satu kumpulan
·
Jahe satu rumpun batang
·
Serentak melompat ke bawah
·
Serentak melompat ke atas
Arti terdalam: Umpama
ini digunakan untuk kerabat sedarah dan dari satu keluarga (Batak: dongan
sabutuha). Pepatah ini mengisyaratkan kebersamaan untuk menanggung duka dan
derita, suka dan kegembiraan. Sejajar dengan ungkapan:”ringan sama dijingjing,
berat sama dipikul”. Dari ungkapan ini terbersit arti mendalam dari kekerabatan
yang dianut oleh orang Batak Toba. Kekerabatan mencakup hubungan primordial
suku, kasih sayang dipupuk atas dasar hubungan darah.Kerukunan diusahakan atas
dasar unsur-unsur Dalihan Na Tolu. Hubungan antar manusia dalam kehidupan orang
BatakToba diatur dalam sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu. Hubungan ini telah
disosialisasikan kepada generasi dari generasi ke generasi berikutnya. Hubungan
ini telah ditanamkan kepada anak sejak dia mulai mengenal lingkungannya yang
paling dekat, misalnya dengan orang tua, sanak saudara dan kepada famili dekat.
Pengertian marga dijelaskan dengan baik sesuai dengan kode etik Dalihan Na
Tolu. Tata cara kehidupan, cara bicara, adat-istiadat diatur sesuai dengan
kekerabatan atas dasar Dalihan Na Tolu itu.
Jenis sastra: tergolong
dalam kelompok pepatah (Batak: umpama). Dipakai pada kesempatan pesta
pernikahan, pesta adat dan pada waktu kemalangan. Pepatah ini digunakan sebagai
nasehat untuk pihak yang berpesta dan yang sedang kemalangan.
Kekhasan Sastra
Batak Toba:
a) Sastra Batak
Toba lahir dari budaya Batak yang tumbuh berkat relasinya dengan alam, dunia
sekitar dan orang-orang dari suku bangsa lain.
b) Pepatah atau
ungkapan bijak dalam suku ini tidak diperoleh dari hasil pendidikan formal,
tetapi dari pendidikan suatu perkumpulan, misalnya perguruan silat atau
perkumpulan marga dan adat.
c) Sastra ini
pada umumnya diwariskan secara lisan.
d) Pengarang
satra ini tidak diketahui. Waktu penulisan dan tempat mengarang juga tidak
dapat dipastikan.
e) Pepatah dan
pantun dapat diubah-ubah sesuai dengan situasi yang ada. Tetapi harus selalu
diperhatikan dan dipertahankan isi dan makna yang sebenarnya.
f) Sastra ini
memiliki arti kiasan atau perumpamaan dan arti langsung (harafiah).
g) Pola sajak
yang digunakan umumnya bervariasi, ada ab-ab dan ada yang bebas.
h) Ada pepatah
atau sajak yang bernilai rohani, yang sangat dalam maknanya.
i) Pepatah
umumnya dikuasai oleh sebagian orang saja yang bertugas sebagai pembicara dalam
adat. Orang yang bisa berbicara dengan baik dan mengetahui banyak pepatah maka
dia dapat dihunjuk sebagai pembicara dalam adat. Tetapi umumnya sastra ini
dapat digunakan oleh siapa saja.
Kelebihan dan kekurangan:
Kelebihan: pepatah bersifat
sederhana, mudah dimengerti dan diingat oleh orang, tidak membosankan, memiliki
arti harafiah dan arti terdalam yang juga memiliki kaitan dengan arti harafiah
itu. Umumnya pepatah atau sastra Batak sibuk dengan masa depan.
Kekurangan: tidak semua
tertulis karena itu bisa hilang dan dilupakan oleh generasi selanjutnya. Sastra
ini memiliki bahasa kuno yang terkadang sulit dimengerti orang jpada aman
sekarang.
Dari
beberapa contoh di atas tentu kita sudah mengetahui kenapa karya atau contoh
sastra di atas masuk dalam sastra Batak. Itu karena dari sedikit uraian tersebut
mengandung beberapa hal yang erat kaitannya dengan adat istiadat, kepemimpinan,
pembaruan, kreativitas, cinta tanah air yang memang menjadi patokan suatu karya
sastra di daerah Batak.
Sastra Minang, merupakan sastra yang lahir di
wilayah Minang. Suku Minang merupakan singkatan bagi Suku Minangkabau, nama
suatu suku yang mendiami Sumatra Utara. Suku ini terkenal sebagai suku yang
mengembara dengan cara berdagang. Dari bahasa dan tradisinya, mereka termasuk
suku Melayu.
Karya sastra Minangkabau adalah karya seni yang
menggunakan bahasa Minangkabau sebagai mediumnya dan biasanya membicarakan
tentang manusia dan kemanusiaan, yakni tentang hidup dan kehidupan masyarakt
serta kehidupan Minangkabau. Sedangkan budaya Minangkabau adalah sebuah budaya
yang berkembang di Minangkabau serta daerah rantau Minang. Hal ini merujuk pada
wilayah di Indonesia.
Sastra Minangkabau adalah sastra yang hidup dan
dipelihara dalam masyarakat Minangkabau, baik lisan maupun tulisan. Adapun
sastra lisan yang masih hidup dalam masyarakat Minangkabau adalah jenis kaba
dan dendang.
Dalam lingkup sastra Minangkabau banyak karya sastra
yang muncul dan berkembang baik secara lisan maupun tulisan, hanya saja memang
pada kenyataannya dalam sastra Minangkabau lebih didominasi dengan karya sastra
yang sifatnya lisan.
Kaitannya dengan sastra Minangkabau, penulis
mengambil contoh karya sastra berupa puisi. Sebelumnya perlu diketahui bahwa
karya sastra puisi dalam sastra Minangkabau memiliki jenis yang banyak, antara
lain.
a.
Mantra
Mantra merupakan puisi yang paling
tua atau tertua dalam sastra yang diciptakan atau berada di Minangkabau
khususnya. Mantra sendiri dibuat untuk mendapatkan kekuatan gaib dari roh nenek
moyang dengan tujuan tertentu dan biasanya dituturkan secara lisan.
b.
Pantun
Pantun biasanya disajikan dalam
bentuk empat baris (baris pertama dan kedua merupakan sampran, sedangkan baris
ketiga dan keempat meupakan isi). Pantun sendiri terdiri dari atas Pantun Jenaka (biasanya berisi banyolan yang
sifatnya menghibur), Pantun Nasihat (biasanya berisi nasihat bagi
pendengarnya), Pantun Adat (biasanya diucapkan keapala desa dan dilakukan saat
ada pertemuan atau acara besar), Pantun Agama ( biasanya isinya juga merupakan
petuah atau nasihat, hanya saja lingkupnya masih mencangkup keagamaan).
2.
Talibun
Talibun pada penyampaiannya
biasanya berupa nasihat-nasihat yang diperdengarkan dari yang tua ke yang lebih
muda dengan tujuan agar yang muda mampu mengerti dan memahami mana yang baik
dan mana yang benar.
3.
Pepatah-Pepitih
Pepatah-pepitih pada dasarnya
memiliki unsur kesamaan dengan apa yang ada dalam Talibun karena juga berisi
nasihat atau pepatah yang bermanfaat.
4.
Syair
Merupakan bentuk puisi yang
terdiri dari empat baris (kesemuanya merupakan isi). Syair memiliki sajak
a-a-a-a dan syair yang terkenal adalah Syair Manalah Bulan.
5.
Kata-kata Adat
Di dalam berbagai karya sastra
Minangkabau akan sangat banyak ditemukan kata-kata adat.
Prosa dalam sastra Minangkabau memiliki karya-karya
prosa yang sudah akrab dikenal masyarakat. Di antara karya-karya prosa tersebut
adalah sebagai berikut: Putri Jailan,
Putri Sari Banilai, Lareh Situjuh, Jumbang Muhamad, Bujang Pajudi, Urang
Silaing, Gadih Basani.
Mengarah pada tujuan awal, kini penulis akan memberikan
contoh mengenai puisi Minangkabau.
a.
Pantun Nasihat
Berburu
ke padang data
Dapeklah
ruso baling kaki
Berguru
kepalang aja
Bak
bungo kembang tak jadi
b.
Pantun berkasih-kasihan
Ayam
kuriak rampaian taduang
Ikua
bajelo dalam padi
Ambiak
tampruang bari makan
Dalam
darah tujuh kampong
Tuan
surang tampaik hati
Nan
lain hambo haramkan
Ikan
bernamo gambo lian
Mudiak
menggonggo anak damak
Tuan
sapantun gambar bulan
Indah
di mato urang banyak
Duduak
manyurek di kurisi
Sapantun
janang dalam medan
Lakek
tak mudah putuih lai
Baitu
kasiah pado Tuan
c.
Pantun Perceraian
Kappa
si Ali ka Bangkalih
Kapa
si Tungga tak kibawan
Tuan
ka pai mangaji
Hambo
Timba tak bakawan
Tagamang
aia di jajaran
Tarandam
urek padi mudo
Tagamang
hambo ditinggikan
Hambo
lah Tuan aja manjo
c.
Pantun Beriba Hati
Ampaleh
daun baloyang
Dituriah
mangko dijamua
Si
Galang ameh ambo Loyang
Di
mano ka buliah campua baua
Putuih
badantang tali rabab
Ditimpo
tanah badari
Adiak
dan mananyo sabab
Untuang
nan mambao sansei
Dari beberapa pantun di atas dapat dikategorikan
karya sastra tersebut masuk ke dalam karya sastra Minangkabau. Hal ini seperti
telah dijelaskan sebelumnya bahwa di Minangkabau, bentuk karya sastra puisi
salah satunya adalah pantun. Beberapa contoh di atas juga telah menjelaskan
bahwa terdapat beberapa pantun diantaranta: pantun nasihat, pantun
berkasih-kasihan, pantun perceraian, pantun beriba hati. Pantun-pantun tersebut
juga pasti memiliki makna yang terkandung di dalamnya sesuai dengan jenis
pantun yang ada di wilayah Minangkabau.
PENUTUP
Sastra nusantara
merupakan sastra yang lahir dan berkembang di wilayah nusantara. Hal ini tidak
dapat dipisahkan dari setiap wilayah yang memiliki sastra tersebut. Sastra yang
lahir dan mewakili wilayah tersebut tentu sangat kental atau erat kaitannya
dengan masyarakat setempat, tradisi, dan segala apa yang melatarbelakanginya.
Sehingga sastra nusantara merupakan suatu bentuk kekayaan bangsa yang harus
dijaga keberadaannya. Selain itu, setiap daerah tentu memiliki perbedaan di
setiap karya sastranya, namun pada prinsipnya tetap sama.
DAFTAR PUSTAKA
Rangkoto,
N.M.. 1982. Pantun Adat Minangkabau. Jakarta:
Proyek Penerbitan Buku Sastra dan
Daerah.
Daerah.
Sudardi,
Bani. 2010. SASTRA NUSANTARA: Deskripsi
Aneka Kekayaan Sastra Nusantara. Solo:
Badan Penerbit Sastra Indonesia.
Badan Penerbit Sastra Indonesia.
SIHALOHISTIC.
2014. SASTRA DAERAH: SASTRA BUDAYA BATAK TOBA. http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/sastra-budaya-batak-toba.
Diakses pada 28 Oktober
2015.
2015.
0 komentar:
Post a Comment