Sungguh hari ini aku mengakui bahwa sebuah lagu benar-benar bisa
menghipnotis pendengarnya. Salah satunya saya, yang seminggu ini sedang
tergila-gila mendengarkan tangga lagu laptop pribadi saya. Terlebih lagi
saya sedang suka lagu melo yang sejujurnya bukan selera saya, mau
bagaimana lagi, mungkin juga karena didukung perasaan hati.
Alah, sedang berbicara apa sebenarnya aku ini. Berlanjut dengan
lagu-lagu yang syairnya mengharuskanku untuk diam menjadikan bising di
luar sana benar-benar tiada sedikitpun aku dengar. Ada beberapa lagu
yang merasuk dalam relung kalbu, itulah lagu yang memiliki syair napas
dalam hidup.
Pengibaratan kita akan sebuah napas kehidupan sejujurnya sedang
menghipnotis diriku. Tapi kenapa tiba-tiba aku terdiam, merenung, dan
lama-lama aku tak sudi menjadi napas. Petir apa yang seketika menyambar
nuraniku untuk menafsirkan sebuah napas kehidupan. Hatiku seketika
bertolak untuk mengibartkan bahwa aku adalah napas untuk yang
mencintaiku. Adakan yang mencintaiku? Itu tidak perlu aku jawab
sebenarnya.
Akan aku ceritakan ketidakmauanku menjadi napas kehidupan adalah hanya
karena aku tidak mau seperti napas. Karena menurutku, napas ibarat
sesuatu yang tidak akan pernah kembali pada orang yang telah
menghembuskannya. Padahal, orang yang menghirup napas adalah orang yang
atas seizin-Nya diberi kehidupan lantaran kita (napas) dan dengan itu
tentu saja kita harus siap untuk kehilangannya dan tanpa dia sadari dia
pula harus siap kehilangan kita (napas) padahal dia berkata bahwa kita
adalah yang dicinta. Kehilangan hanya dengan waktu yang singkat kala
kita telah memberikan hidup untuk dia yang mencintai kita dengan tanpa
sadar harus acap kali siap kehilangan orang yang katanya paling dia
cinta. Itu saja,
Umy Amanah
0 komentar:
Post a Comment